Manusia Hobbit Flores, Masih ada di Hutan Terpencil Indonesia?

Manusia Hobbit Flores, Masih ada di Hutan Terpencil Indonesia?
Manusia Hobbit Flores, Masih ada di Hutan Terpencil Indonesia?

Bebas kata – Manusia Hobbit Flores, atau yang dikenal sebagai Homo floresiensis, diperkirakan telah punah berpuluh-puluh ribu tahun yang lalu. Namun, sejumlah ilmuwan percaya bahwa keturunannya mungkin masih hidup di hutan-hutan terpencil Indonesia.

Sebuah buku terbaru yang ditulis oleh pakar antropologi dari Universitas Alberta, Gregory Forth, memunculkan spekulasi mengenai keberlanjutan Homo Floresiensis di wilayah tersebut.

Spesies ini pertama kali ditemukan pada bulan September 2003 oleh tim arkeolog gabungan Indonesia-Australia. Mereka sedang melakukan penelitian untuk mencari bukti migrasi manusia modern dari Asia ke Australia, tetapi malah menemukan sesuatu yang menggemparkan: kerangka tubuh kecil hampir lengkap, dikenal sebagai LB1, di Gua Liang Bua di Flores.

Penggalian selanjutnya pada tahun 2003-2004 menghasilkan penemuan tujuh kerangka baru, dan pada tahun 2004, spesies terpisah kembali ditemukan, diperkirakan berusia sekitar 74.000 tahun.

Buku terbaru oleh Gregory Forth, berjudul Between Ape and Human: An Anthropologist on the Trail of a Hidden Hominoid, menyoroti wawancaranya dengan penduduk setempat di Flores.

Beberapa warga lokal mengaku sering melihat makhluk kecil yang menyerupai manusia kera di hutan-hutan sekitar. Dalam bukunya, Forth menyampaikan teorinya bahwa Homo Floresiensis mungkin masih eksis dan hidup di wilayah tersebut.

Namun, klaim ini menuai kontroversi di kalangan ilmuwan. Sebagian besar komunitas ilmiah masih skeptis terhadap ide bahwa Homo Floresiensis masih ada hingga saat ini. Mereka menekankan bahwa klaim ini perlu dibuktikan melalui bukti konkret dan penelitian ilmiah yang ketat.

Gregory Forth Menerbitkan Buku Baru: Mengungkap Kisah Manusia Hobbit Flores

hey 1
Gregory Forth Menerbitkan Buku Baru: Mengungkap Kisah Manusia Hobbit Flores

Gregory Forth, seorang pakar antropologi dari Universitas Alberta, telah merilis buku terbarunya yang mengeksplorasi misteri makhluk kecil yang mirip manusia kera di Pulau Flores. Buku ini memunculkan sejumlah pertanyaan seputar Homo floresiensis dan spekulasi tentang kemungkinan keberlanjutan spesies tersebut di masa kini.

“Dalam buku ini, tujuan saya adalah untuk menemukan penjelasan terbaik, yaitu yang paling rasional dan didukung secara empiris, dari kisah tentang makhluk-makhluk itu,” ungkap Forth seperti dikutip dari IFL Science pada Minggu (3/12/2023). Menurutnya, penelitian ini melibatkan lebih dari 30 saksi mata yang secara langsung diajak bicara untuk mengumpulkan informasi tentang makhluk tersebut.

“Ini termasuk laporan penampakan oleh lebih dari 30 saksi mata, yang semuanya saya ajak bicara langsung. Dan saya menyimpulkan bahwa cara terbaik untuk menjelaskan apa yang mereka katakan kepada saya adalah bahwa hominin non-sapiens telah bertahan di Flores hingga saat ini atau baru-baru ini,” lanjutnya.

Forth menjelaskan bahwa bukunya mencakup beragam cerita dari penduduk setempat yang telah melihat atau memiliki pengalaman dengan makhluk-makhluk tersebut. Ia mengklaim bahwa penjelasan yang paling rasional untuk cerita-cerita ini adalah keberlanjutan Homo floresiensis di wilayah tersebut.

Misteri Manusia Hobbit Flores: Dwarfisme dan Penyakit Menyertai Kehidupan Mereka

dgrrgegrerge 1
Misteri Manusia Hobbit Flores: Dwarfisme dan Penyakit Menyertai Kehidupan Mereka

Penelitian terbaru yang dikutip dari Popular Mechanic mengungkapkan bahwa manusia pertama yang mencapai Pulau Flores diyakini tiba sekitar satu juta tahun yang lalu. Selama berribu-ribu tahun, mereka diketahui mengalami proses evolusi yang menyebabkan kekerdilan atau dwarfisme, karakteristik yang khas dari spesies manusia Flores atau Homo floresiensis. Namun, sayangnya, spesies mungil ini dikabarkan punah sekitar 50.000 tahun yang lalu.

Manusia Hobbit Flores terkenal dengan tinggi badan yang sangat rendah, hanya sekitar 106 cm, dan volume otak yang mencapai sekitar 380 cc. Beberapa ilmuwan awalnya percaya bahwa kekerdilan ini disebabkan oleh suatu penyakit, dan hal ini kemudian diungkapkan oleh Teuku Jacob dari Universitas Gadjah Mada.

Dalam rangkaian penelitiannya, Jacob menjelaskan bahwa Hobbit masih merupakan bagian dari spesies manusia modern, yaitu Homo sapiens. Namun, mereka diduga mengidap penyakit microcephali, yang juga umum dialami oleh masyarakat Flores pada umumnya.

“Spesies baru manusia dari Flores itu sebenarnya manusia modern yang termasuk dalam spesies Homo sapiens dari ras Australomelanesid. Hanya saja menurutnya, fosil manusia Flores tampak istimewa karena menderita penyakit microcephali yang banyak diderita oleh masyarakat Flores,” ucap Teuku Jacob.

Arkeolog ITB Bantah Klaim Manusia Hobbit Flores

fegrgttr
Arkeolog ITB Bantah Klaim Manusia Hobbit Flores

Kontroversi seputar klaim bahwa Manusia Hobbit Flores masih hidup di Pulau Flores mendapat respons tegas dari seorang arkeolog Indonesia. Pindi Setiawan, arkeolog dari Institut Teknologi Bandung (ITB), membantah temuan tersebut, menyatakan bahwa satu-satunya spesies Homo yang masih hidup di Flores saat ini adalah Homo sapiens atau manusia modern.

“Setahu saya sekarang ya Homo sapiens saja, dari kelas Homo yang masih hidup. Homo sapiens itu ya DNA manusia Adam. Sama aja sih, hanya ada variasi warna kulit, bentuk rambut, bentuk mata, bisa juga cebol, jangkung, berjari 6. Itu variasinya,” kata Pindi seperti dilansir dari CNN Indonesia.com.

Pernyataan Pindi Setiawan mencerminkan pandangan ilmiah yang menegaskan bahwa Homo sapiens adalah satu-satunya spesies manusia yang masih hidup saat ini. Dia menyoroti variasi genetik yang ada di antara manusia modern, yang melibatkan perbedaan dalam warna kulit, bentuk rambut, bentuk mata, dan sifat fisik lainnya.

Komentar Pindi Setiawan juga menyoroti pentingnya melihat variasi ini sebagai bagian alami dari evolusi manusia. Meskipun demikian, klaim bahwa Homo floresiensis masih hidup di Flores tetap menjadi topik diskusi dan kontroversi dalam dunia ilmiah.

Sebagai bagian dari komunitas ilmiah, arkeolog seperti Pindi Setiawan memainkan peran penting dalam membawa klarifikasi dan konteks ilmiah terkait penemuan dan klaim yang dapat memengaruhi pemahaman kita tentang sejarah manusia.

Penutup

Meskipun demikian, buku Forth memberikan perspektif baru terhadap evolusi manusia dan mendorong para ilmuwan untuk menjelajahi kemungkinan adanya keturunan Homo Floresiensis yang bertahan hidup di hutan-hutan terpencil Indonesia. Diskusi ini diharapkan akan mendorong penelitian lebih lanjut untuk memahami lebih dalam tentang masa lalu dan masa kini manusia Hobbit Flores.

Penulis: Affif Dwi As’ari