Bebas kata – Dalam sejarah industri teknologi, Nokia pernah menjadi raja di jagat ponsel. Namun, seperti yang diungkapkan oleh David J Cord, seorang jurnalis senior di Finlandia dan penulis buku “The Decline and Fall of Nokia,” kejatuhan perusahaan tersebut menjadi sebuah kisah jejak tumbang yang masih membayangi di benak banyak orang.
Melalui serangkaian wawancara mendalam dengan eksekutif Nokia, pegawai, hingga pengembang aplikasi, Cord membongkar sejumlah fakta menarik yang menggambarkan jejak keruntuhan perusahaan kebanggaan negara tersebut.
Pada masa kejayaannya, Nokia bukan hanya menjadi pemimpin pasar ponsel, tetapi juga menjadi simbol kebanggaan Finlandia di panggung teknologi global. Desain tangguh, daya tahan baterai yang luar biasa, serta inovasi dalam teknologi kamera membuat produk-produk Nokia menjadi pilihan utama bagi pengguna ponsel di seluruh dunia.
David J Cord, dengan tekun dan penuh dedikasi, melakukan 100 wawancara dengan berbagai pihak terkait, mulai dari eksekutif hingga pengembang aplikasi. Langkah ini memungkinkan Cord untuk mendapatkan sudut pandang yang mendalam tentang berbagai faktor yang menyebabkan keruntuhan Nokia.
Salah satu faktor kunci yang diungkap Cord adalah munculnya persaingan sengit di pasar ponsel. Saat itu, persaingan semakin ketat dengan munculnya Android dan iOS. Nokia, yang pada awalnya mendominasi pasar dengan sistem operasi Symbian, kesulitan beradaptasi dengan perubahan pasar yang begitu cepat.
Menurut Cord, Nokia juga menghadapi masalah karena lambannya dalam mengadopsi inovasi. Meskipun perusahaan ini memiliki keunggulan dalam hal desain dan daya tahan, namun ketidakmampuan mereka untuk mengikuti tren teknologi terkini membuat mereka tertinggal jauh.
Berdasarkan wawancaranya, Cord juga menyoroti beberapa keputusan strategis yang keliru dari pihak manajemen Nokia. Mulai dari keengganan untuk mengganti sistem operasi hingga penundaan dalam merilis produk-produk yang sesuai dengan perkembangan pasar, semua itu turut berkontribusi pada kejatuhan perusahaan.
Kegagalan Industri Teknologi Nokia: Mengenali Tren tapi Gagal
Dalam dunia bisnis, kisah kejatuhan Industri Teknologi Nokia bukanlah sekadar kegagalan dalam membaca perubahan pasar, melainkan sebuah tragedi eksekusi. Terungkap bahwa Nokia sebenarnya tidak asing dengan arah pergerakan industri teknologi, termasuk paham akan pentingnya layar sentuh, ekosistem, dan peran internet yang semakin meningkat.
Namun, yang mengejutkan adalah meski mereka tahu ke mana arah industri ini akan menuju, mereka gagal bertindak secara efektif.
Salah satu poin menarik adalah bahwa Industri Teknologi Nokia telah memiliki wawasan tentang pergeseran ke layar sentuh, kebutuhan akan ekosistem yang kuat, dan pentingnya internet jauh sebelum pesaing utama seperti Apple atau Google. Mereka bahkan mendekati pengembang aplikasi lebih awal.
Tetapi ironisnya, pengetahuan ini tidak dapat diubah menjadi langkah-langkah yang menggerakkan perusahaan maju. Pendekatan yang diambil oleh mantan CEO, Olli-Pekka Kallasvuo, disoroti sebagai salah satu pemicu kegagalan ini. Mantan karyawan menyalahkan kurangnya inspirasi dan visi dari kepemimpinan.
Kallasvuo, dengan latar belakang sebagai pengacara dan profesional keuangan, dianggap terlalu konservatif untuk memimpin perusahaan di industri yang bergerak dengan cepat. Ia dianggap berperilaku seolah-olah memimpin perusahaan konsumen besar di lingkungan yang stabil, bukan di dalam organisasi yang beroperasi dalam industri yang selalu berubah.
Para karyawan menyatakan bahwa Kallasvuo sebenarnya memahami permasalahan yang dihadapi Nokia, namun ketidakmampuannya untuk mengubah arah perusahaan mengisyaratkan sebuah kegagalan eksekusi. Ini menggambarkan betapa pentingnya tidak hanya mengidentifikasi perubahan industri, tetapi juga melibatkan diri secara proaktif dalam adaptasi dan inovasi.
Proses Pemilihan CEO Industri Teknologi Nokia
Proses pemilihan CEO dalam suatu perusahaan dapat menjadi langkah krusial yang membentuk masa depan perusahaan. Dalam kasus Industri Teknologi Nokia, ternyata ada sejumlah figur yang menjadi pertimbangan, termasuk nama besar seperti Scott McNealy, pendiri Sun Microsystems.
Dilaporkan bahwa Scott McNealy awalnya merupakan pilihan utama untuk menjadi CEO Nokia pada masa itu. Namun, dalam sebuah kejutan, McNealy menolak tawaran tersebut. Alasannya terletak pada keinginannya untuk tetap dekat dengan keluarga dan teman-temannya di California. Keputusan ini membuka pintu bagi kandidat lain untuk mengambil alih peran tersebut.
Pilihan kedua jatuh pada Anssi Vanjoki, seorang eksekutif lama di Nokia. Meski memiliki pengalaman dalam perusahaan, pemegang saham besar menentang ide untuk mempromosikan seseorang dari dalam. Mengingat situasi sulit yang dihadapi Nokia pada saat itu, para pemegang saham menginginkan pemimpin baru dari luar yang dapat membawa ide segar dan strategi inovatif.
Dengan dua pilihan pertama tidak berhasil, Nokia beralih pada pilihan ketiga, yaitu Stephen Elop. Sebagai orang luar, Elop diharapkan dapat membawa perubahan yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan yang dihadapi perusahaan. Meskipun keputusan ini telah diambil, cerita perjalanan Stephen Elop sebagai CEO Nokia kemudian menjadi sebuah bab tersendiri dalam sejarah perusahaan tersebut.
Keputusan Kontroversial: Industri Teknologi Nokia Beralih ke Windows Phone
Keputusan Nokia untuk beralih ke sistem operasi Windows Phone di masa kepemimpinan CEO Stephen Elop merupakan langkah kontroversial yang mendapat dukungan sekaligus kritik. Meskipun beberapa pihak menyambut baik langkah ini, ada pula yang skeptis dan melihatnya sebagai sebuah risiko.
Pada awalnya, ketika Nokia mengumumkan niatnya untuk pindah ke Windows Phone, beberapa pemangku kepentingan secara filosofis menentang keputusan tersebut. Namun, secara keseluruhan, dukungan muncul dengan catatan kritis terkait eksekusi keputusan tersebut.
Salah satu masalah utama yang ditemui adalah waktu pengumuman keputusan tersebut. Nokia mengumumkan peralihan ke Windows tanpa memiliki produk Windows yang siap untuk dijual. Hal ini menciptakan periode kebuntuan di mana konsumen kehilangan minat pada produk Symbian yang sudah usang, sementara produk Windows belum tiba di pasaran.
Meskipun operator sangat antusias dengan langkah Nokia untuk bersaing dengan Android dan iOS, mereka tidak bersedia menjual produk Symbian yang dianggap sudah ketinggalan zaman.
Permasalahan lain yang mencuat adalah penandatanganan perjanjian eksklusif jangka panjang dengan Microsoft untuk menggunakan Windows. Kritikus menyebutkan bahwa Nokia kehilangan fleksibilitas dan kebebasan untuk mengambil langkah alternatif.
Pilihan untuk tidak memiliki rencana B, seperti yang dilakukan Samsung dengan menggunakan sistem operasi lain dan mengembangkan OS sendiri, dianggap sebagai kegagalan strategi yang signifikan.
Kesimpulan
Pada saat divisi ponsel Nokia dijual ke Microsoft, gelombang emosi melanda Finlandia. Negara kecil ini, yang sebelumnya mungkin terabaikan di panggung global, merasa kehilangan sesuatu yang lebih dari sekadar perusahaan. Nokia bukan hanya merek ponsel; bagi Finlandia, itu adalah simbol keberhasilan dan kemajuan.
Secara emosional, kehilangan Nokia tidak hanya dirasakan sebagai kejatuhan sebuah perusahaan, tetapi juga sebagai kejatuhan diri nasional. Pada masa kejayaan Nokia, Finlandia berhasil menempatkan dirinya di peta dunia teknologi, menciptakan sesuatu yang sangat istimewa dan membanggakan.
Kejatuhan Nokia terasa seperti kehilangan sebagian dari identitas nasional. Sejumlah warga Finlandia menyatakan bahwa kejatuhan perusahaan ini seperti melihat sebagian dari diri mereka sendiri mengalami kemunduran. Perasaan kebanggaan dan prestasi yang dibawa oleh Nokia menjadi bagian yang sulit untuk diterima.
Stephen Elop, yang menjadi CEO Nokia pada saat itu, mendapat sorotan khusus dari warga Finlandia. Beberapa orang merasa marah dan kecewa terhadapnya, menganggapnya sebagai tokoh utama di balik kejatuhan perusahaan yang begitu berpengaruh bagi negara mereka. Elop dianggap sebagai sosok yang berkontribusi pada tragedi nasional ini.
Protes dan kritik terhadap penjualan divisi ponsel Nokia ke Microsoft tidak hanya mencerminkan ketidaksetujuan terhadap keputusan bisnis, tetapi juga mencerminkan rasa kehilangan mendalam di hati warga Finlandia. Saat Finlandia merayakan keberhasilan dan inovasi Nokia, mereka juga harus mengatasi rasa kecewa dan frustrasi ketika melihat perusahaan tersebut beralih ke tangan asing.
Kehilangan Industri Teknologi Nokia bukan hanya soal bisnis, ini adalah bagian dari kisah Finlandia yang menciptakan identitas dan kebanggaan nasional. Karena kita tahu negara asal handphone nokia adalah Finlandia.
Penulis : Affif Dwi As’ari
Editor : Mahdalena Putri
Leave a Reply