Jangan pernah menonton film dokumentar “The Social Dilemma”, jika kalian tidak ingin sepanjang menonton merasa tertampar dan tersadar akan kenyataan dibalik media sosial yang ‘sangat’ mengerikan. Yap, film ini sebenarnya tidak mengangkat hal-hal yang jauh dari apa yang sebenarnya sudah kita sadari, entah sudah tahu atau pura-pura tidak tahu.
Film yang berdurasi lebih dari satu jam ini, memaparkan banyak hal yang membuat saya yang semula tidak setuju dengan semua ‘keburukan’ media sosial, jadi mencoba memikirkan ulang semuanya. Mengingat, dibalik media sosial ada banyak perusahaan yang tidak berkerja sebagai lembaga badan amal yang bersifat gratis tanpa pamrih.
Baca juga : 10 Rekomendasi Film Absurd di Dunia
Media Sosial Bentuk Lain dari Narkoba? ‘Kejahatan’ Media Sosial Menurut Film The Social Dilemma
Di dalam film ini, dipaparkan fakta mengenai media sosial yang setara dengan narkoba yang membuat penggunanya menjadi candu. Begitulah fakta pertama yang seketika akan menampar kita saat menontonnya. Sesuatu yang begitu dekat dengan kita bahkan sudah menjadi ‘bagian’ dari kita, bisa dikatakan semenyeramkan itu? Apalagi dikatakan sebagai candu yang membahayakan.
Jelas, beberapa orang yang menggunakan media sosial tidak akan langsung setuju dengan pernyataan ini, terlebih lagi, tidak bisa dipungkiri kalo media sosial memiliki segudang manfaat, mulai dari soal ekonomi sampai soal hiburan yang membuat orang bahagia. Namun, semua manfaat media sosial, tidak mampu menampik sisi buruk dari media sosial.
Baca juga : Tips Menghadapi Julid-an Para Tetangga
Pengguna narkoba pasti tahu kalo narkoba itu buruk, tapi mereka berdalih bahwa narkoba memiliki ‘manfaat’. Dari segi ekonomi, jelas narkoba menyubang banyak uang bagi si penjual. Dari segi hiburan, sang pemakai juga mendapatkan kebahagiaan meski itu hanya sementara. Terus apa bedanya?
Sebagai pengguna, rasanya kita ‘sadar’ kalo media sosial itu candu, terlepas mengakui atau mau terus menyangkal. Namun, coba sekali saja tanyakan dalam diri kalian, seandainya kita tidak punya uang sehingga tidak bisa membeli kuota dan itu artinya kalian tidak bisa mengakses media sosial, apa yang pertama kali muncul dibenak kalian ?
Jika terbesit hal-hal menyeramkan, seperti bosan, kesepian dan sebagainya … selamat kita sudah menjadi pencandu. Narkoba, selalu menyebut pemakainya sebagai pengguna dan sadarkan kalian kalo media sosial juga menggunakan istilah yang sama … “pengguna”.
Kita semua adalah produk. Ini fakta selanjutnya yang kembali siap menampar kita saat menonton film dokumenter yang satu ini. Kenapa media sosial gratis? Agar kita merasa kalo kitalah yang paling diuntungkan saat menggunakan media sosial.
Kita bisa menikmati fitur secara gratis, itu cukup berhasil menutup mata banyak orang dari apa yang ada. Hingga kita tidak sadar kalo kita semua merupakan “produk” yang dijual kepada para pemodal sebagai imbalan dari semua fitur yang kita nikmati secara gratis.
Baca juga : 19+ Rekomendasi Film Korea Selatan Bertema Hukum Terbaik
Media sosial akan melakukan apa saja untuk membuat kita membayar embel-embel ‘gratis’ dengan cara ‘menjebak’ penggunanya untuk terus aktif dan melihat banyak iklan yang menjadi sumber dana perusahaan. Saat melihat adegan bagian ini, jujur saja aku seolah melihat diriku saat bermain media sosial.
Terkadang otakku berkata, bahwa aku harus berhenti menscroll, tapi entah kenapa kendali otak tidak mampu menghentikan jariku untuk terus bergerak. Film ini menjelaskan kenapa hal itu bisa terjadi. Jawabannya hanya satu, media sosial sudah mengenal anda. Semua kebiasaan, hobi dan hal-hal yang bisa membuat kita tidak bisa berhenti.
Media Sosial Menurut Film The Social Dilemma
Selain banyak fakta yang akan diberikan mengenai media sosial, film ini juga berhasil menggambarkan dengan epik masalah yang ditimbulkan media sosial. Bagaimana kehadiran media sosial membawa efek buruk bagi tumbuh kembang seorang anak. Anak jadi susah diatur dan juga rentan terjangkit rendahnya rasa percaya diri, hanya disebabkan komentar dari seseorang atau bahkan hanya karena sedikitnya like.
Adanya fitur like dan komen seolah menjadi patokan mutlak yang menentukan siapa kita. Orang bebas untuk mengatur orang lain dan menjadikan orang lain selayaknya tipe ideal mereka. Mereka bisa mencibir, menghina atau memuji sesuka hati mereka. Tidak heran terkadang tekan-tekanan semacam ini bagi jiwa yang lemah, bisa menjadi pemicu bunuh diri. Miris, tapi itulah fakta yang terjadi ditengah-tengah kita.
Selain itu, film ini juga berhasil menjawab pertanyaan sobat soal, kenapa selalu ada orang yang bertingkah aneh dan konyol di media sosial. Contohnya, prank sembako isi sampah, prank jadi orang gila, sampai prank KDRT ke kantor polisi. Semua itu dilakukan oleh mereka yang rasa-rasanya bukan orang terbelakang dan juga bukan penyandang gangguan otak.
Mereka semua orang dewasa yang pastinya mengenyam pendidikan. Namun, kenapa mereka bisa melakukan ini? Di dalam film ini dijelaskan bahwa media sosial telah memanipulasi kita, media sosial membuat kita melihat apa yang kita ingin lihat saja.
Mereka terus menampilkan sesuatu yang sering kita lihat, sering kita tonton, sering kita perhatikan sebagai dunia baru bagi kita. Dunia baru yang mereka bentuk memberi efek bagaimana seseorang berpikir dan bertindak.
Baca juga : 10 Rekomendasi Film Horor Sepanjang Masa, Mana Yang Paling Seram?
Dalam hal ini orang, berpikir kalo hal konyol yang dia lakukan adalah hal biasa di ‘dunianya’, tidak heran saat mengunggah video kebodohan mereka seolah tidak sadar kalo hal yang mereka lakukan akan berakibat pidana atau cibiran seluruh pengguna media sosial dan mirisnya, media sosial tidak peduli pada semua efek yang mereka berikan, entah itu mendidik atau tidak mendidik.
Toh, media sosial hanyalah alat dari perusahaan yang mengejar keuntungan dan algoritma, bukan lembaga pendidikan yang bertugas mendidik penggunanya.
The Social Dilemma, bisa menjadi acuan bagi kita untuk mawas diri, terutama dalam penggunaan media sosial. Pakailah media sosial seperlunya dan jangan berlebihan, itulah nasihat yang bisa saya berikan setelah menonton film ini.
Leave a Reply